Prolog
Masa suram, masa mengerikan, masa kelam, itu adalah masa SMP. Masa peralihan, masa awal pubertas dalam siklus kehidupan manusia, dan masa santai dimana manusia tidak memikirkan beban kehidupan.
Hanya saja, definisi masa pubertas dan keindahan masa muda tidak berlaku bagi Oase. Tidak ada satupun orang yang bisa menerima dirinya di kelas itu. Kesempatan baginya untuk menikmati hidup sepenuh hati, sudah tidak ada.
Dia selalu sendirian, duduk di kursi paling ujung belakang, menghadap ke luar jendela, dan melihat kelas atas. Kelas yang terlihat bercahaya dan terang. Tempat di mana kedamaian masa muda bisa diraih.
Ujian Kenaikan Kelas tinggal satu bulan lagi. Sudah sejak lama Oase mempersiapkan dirinya dengan belajar. Dia akan meraih kelas atas. Mendapatkan teman baru, dan lulus dengan bahagia. Begitulah yang ia pikirkan.
Setidaknya, ia ingin memiliki seorang teman sebelum lulus. Dua tahun ia habiskan dalam kesendirian dan kesepian. Dibenci, tidak disukai, padahal dia tidak pernah melakukan apapun.
“Entahlah, kira-kira … Sejak kapan dia bisa jadi begitu, ya?” Sosok laki-laki berjubah hitam menanyakan dirinya sendiri di bawah payung antik. Duduk menghadap meja dengan teh hangat termasuk kue kering. Suasana sekelilingnya adalah padang rumput luas hingga ujung pandangan. Cerah dan terik, namun terasa sejuk. Suasananya tenang bersama angin sepoi-sepoi.
Berhadapan dengannya, seorang wanita berambut hijau hingga pundak. Mengenakan gaun hitam dan ekspresinya datar. Wanita itu menyeruput teh hangat dengan cantik lalu berkata.
“Jika aku membuat ilusi sempurna tentang gadis itu, apakah kau setuju? Dia bisa saja duduk di sampingmu sekarang.”
“Jangan macam-macam, Kak Dona. Jika kau sampai melakukan itu, akan kubunuh kau dalam segala artian. Lagipula untuk saat ini, kau hanyalah anjing kelaparan yang butuh pengetahuan dariku untuk mengisi nutrisi tubuh, kan?” Respon dari laki-laki berjubah hitam untuk sang gadis.
“Kejam … bisa-bisanya kamu sekejam itu pada seniormu sendiri …” ucap wanita berambut hijau itu dengan pipi menggembung. Dia mengambil teh hangat di meja dan meminumnya.
Teh hangat itu adalah ilusi buatannya. Payung antik ini juga hanya ilusi. Bahkan, padang rumput tempat mereka mengobrol sambil minum teh juga ilusi. Itu adalah ilusi skala besar yang dibuat oleh sang gadis berambut hijau. Sebut saja gadis itu penyihir kertas, pemilik otoritas ilusi. Membuat dirinya bisa menciptakan ilusi apapun yang ia mau.
Setelah meneguk teh, wanita berambut hijau berkata lagi.
“Lanjutkan ceritanya, Oase. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Bagaimana kau bisa mendapat otoritas, bagaimana kau menjadi penyihir benang, dan bagaimana kau bisa hidup sampai sekarang. Padahal jaraknya sudah 400 tahun sejak tragedi itu.”
“Ya! Mulai dari sini adalah bagian damai dalam hidupku.”
___________________________________
Ujian berlangsung, Oase mengerahkan semua yang ia miliki untuk mengerjakan soal hingga tiba waktu pengumuman nilai dan penempatan kelas.
“Setahun sebelum kehancuran dunia.”